Banyak warga New York, AS, yang mengalami obesitas. Walikota Michael
Bloomberg pun melarang restoran menjual makanan yang mengandung lemak
trans, minuman bersoda ukuran besar, dan minuman yang mengandung gula
tambahan lebih dari 450 gram.
Keadaan di New York tersebut belum diikuti Indonesia. Sebaliknya, tak
sedikit restoran yang menawarkan up size (menaikan ukuran gelas dengan
harga murah) minuman bersoda kepada pembeli. Padahal, selain obesitas,
minuman berkarbonasi tersebut ditenggarai berdampak kurang menguntungkan
bagi tubuh kita. Menurut dr Merryana Adriani SKM MKes, salah satu bahan
pembuat soda adalah natrium bikarbonat. Keberadaan bahan tersebut
sangat mengganggu tubuh. Terutama, menghambat tubuh dalam menyerap
kalsium.
"Kalsium adalah mineral penting bagi tubuh. Yakni, membantu kepadatan
tulang," terangnya. "Jika jumlah kalsium berkurang, lama - kelamaan
resiko pengeroposan tulang atau osteoporosis akan meningkat," lanjutnya.
Biasanya, konsumsi minuman bersoda selalu ada 'temannya' yakni gula.
Dosen pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair itu menyatakan ,
jenis gula yang dicampur ke dalam minuman berkarbonasi tersebut tak
jelas. Jika menggunakan sakarin ataupun aspartam, memang diperbolehkan,
tapi dalam batas tertentu.
Sakarin, misalnya. Dalam setiap kilogram bahan makanan, kadar sakarin
yang diperbolehkan adalah 50 - 300 mg. Sakarin hanya boleh digunakan
untuk makanan rendah kalori. Tingkat konsumsi pun dibatasi maksimal 0,5
mg tiap kilogram berat badan perhari. "Kita kan tak tahu berapa banyak
sakarin yang dimasukkan ke dalam satu botol atau kaleng minuman
bersoda," papar Merry. Dalam jumlah berlebih, tubuh tak bisa
menoleransi. Kondisi itu pun akan berdampak pada kerusakan sel tubuh.
Lain halnya bila menggunakan gula asli yang memang tidak membahayakan.
Namun, zat gizi yang terkandung dalam gula hanyalah karbohidrat. Sifat
karbohidrat memang mengenyangkan. "Tapi, kenyangnya tak lama. Akhirnya,
yang dirasakan adalah kembali lapar. Sebab, karbohidrat mudah diserap
tubuh," ungkapnya. Ketika karbohidrat yang masuk ke tubuh belum diolah
menjadi energi, kita sudah kembali merasa lapar. Efeknya, muncul sinyal
untuk kembali makan. Merry menuturkan, karbohidrat yang belum sempat
diolah akan disimpan di lemak fiseral. "Itu akan meningkatkan kadar
lemak trigliserida," tambahnya.
Karena itu, Merry menyarankan untuk tak sering - sering minum minuman
bersoda. "Ya, maksimal seminggu sekali lah. Itu pun yang ukurannya
kecil," ucapnya. Sebab, memang susah untuk melarang orang yang sudah
terbiasa bahkan menjadikan soda sebagai minuman favoritnya. "Kalau anak -
anak, hanya saya perbolehkan minum soda pada saat tertentu. Misalnya,
pernikahan atau event khusus lainnya," tegasnya.
Bagaimana dengan soda gembira? Apakah sama dengan minuman berkarbonasi
lainnya atau mungkin jauh lebih aman? "Sama saja lah," ujarnya. Dalam
soda gembira juga ada susu dan sirup. Kandungan gulanya pun tinggi.
"Saran saya tetap sama dengan minuman bersoda lainnya. Jangan terlalu
sering mengkonsumsi," tuturnya. Tentu, memperbanyak minum air putih dan
jus buah akan lebih menyehatkan.
Minum minuman bersoda dingin tentu menyegarkan. Bagi yang takut gemuk,
belakangan beredar minuman bersoda nol kalori. Benarkah minuman nol
kalori tersebut menjadi alternatif konsumsi minuman bersoda yang aman?
F.X. Wahyurin Mitano mengingatkan, hendaknya, pembeli cermat sebelum
membeli. Termasuk teliti dan membaca dan membaca bahan yang terkandung
dalam minuman bersoda nol kalori. Terutama kandungan gulanya. "Biasanya
minuman bersoda menggunakan gula asli. Ada kalanya, minuman bersoda yang
diklaim nol kalori menggunakan pemanis buatan," katanya.
Jenis pemanis buatan yang dipakai berasal dari golongan aspartam. Bahan
tersebut berasa lebih manis daripada gula asli. Karena itu, aspartam
kerap digunakan sebagai bahan pembuat gula diet untuk penederita
diabetes melitus atau untuk seseorang yang hendak menjalankan diet
rendah kalori agar berat badannya turun. "Perhatikan efek samping
penggunaan aspartam secara berlebihan," terang ahli gizi RSUD dr Soetomo
tersebut.
Wahyurin menerangkan, aspartam terbuat dari dua asam amino, aspartat dan
fenilalanin. Seperti protein lain, bila masuk ke tubuh, dua asam amino
itu harus mengalami metabolisme. Organ ginjal paling berperan. Bila
asupan protein dalam tubuh banyak, kerja ginjal makin berat. "Bila terus
dipaksakan, ginjal bisa rusak," jelas perempuan yang akrab disapa
dengan Ririen itu.
Fenilanin mempengaruhi kondisi otak. Jika takarannya tepat, sebenarnya
aspartam tergolong pemanis buatan yang paling aman versi FDA (BPOM AS)
sejak 1981 serta BPOM Indonesia. Pemakaian aspartam dalam pangan diatur
dalam Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK 00.05.5.1.4547 Tahun 2004
tentang persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan pemanis buatan
dalam produk pangan.
Menurut aturan itu, aspartam dapat digunakan sebagai pemanis buatan
dalam berbagai jenis pangan. Batas maksimumnya bervariasi, 300 - 10.000
mg/kg atau secukupnya, bergantung jenis pangan. Contohnya, aspartam
untuk minuman berkarbonasi dapat dipakai dengan batas maksimum 600mg/kg.
Follow Twitter : @USERNAMESAR
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar